Indonesia cukup kaya dengan ragam seninya
berikut ini adalah tokoh tokoh seniman di indonesia
Profil pelukis Wakidi
Wakidi (Palembang, 1889/1890–Sumatra Barat, 1979) adalah seorang pelukis Indonesia yang lukisannya banyak mengandung corak Mooi Indie (Hindia molek). Bersama dengan Abdullah Surio Subroto (1879-1941) (ayah Basuki Abdullah) dan Pirngadie (1875-1936), Wakidi adalah satu di antara tiga pelukis naturalistik Indonesia yang terkemuka di zamannya. Wakidi mulai melukis sejak usia 10 tahun. Sebagai guru melukis, Wakidi sempat belajar dengan seorang pelukis Belanda bernama van Dick di Kweekschool, Bukittinggi, Sumatra Barat. Meskipun banyak berkarya, hampir semuanya dikoleksi orang, sehingga Wakidi tidak pernah mengadakan pameran lukisannya. Karya-karyanya banyak dikoleksi oleh istana kepresidenan dan sejumlah tokoh penting, seperti wakil-wakil presiden Indonesia, Bung Hatta dan Adam Malik.
Profil Pelukis Henk Ngantung
Lahir di Bogor, Jawa Barat, 1 Maret 1921. Merupakan putera seorang pegawai pada pemerintah Belanda dan di besarkan dalam tradisi aristrokratis. Mendapatkan pendidikan berbahasa Belanda, serta lulus dari sekolah lanjutan tingkat pertama (MULO). Ia mulai melukis pada usia 13 tahun (1934). Pertama kali belajar melukis dengan Bossardt dan pelukis Austria, Rudolf Weinghart di Bandung. Ngantung mengembangkan tekniknya dengan cepat selama pendudukan Jepang bersama pelukis-pelukis lain di Pusat Kebudayaan. Pameran lukisannya di mulai ketika ia berumur 15 tahun (1936), dengan mengadakan pameran tunggal di Manado, Sulawesi Utara. Selanjutnya, sering mengadakan pameran lukisan baik tunggal maupun bersama di dalam negeri, antara lain: mengadakan pameran tunggal di hotel Des Indes, Jakarta. Lukisannya banyak yang bersifat alam documenter. Beberapa lukisannya di jadikan sebagai koleksi Presiden Sukarno dan pada Kementerian Penerangan.
Menikah ditahun 1950-an, tinggal di Jakarta dengan bantuan keluarganya, pernah menjadi pembimbing yang memberi pelajaran seni kepada beberapa mahasiswa yang tidak membayar dan menjadi konsultan di berbagai kegiatan. Pernah berpartisipasi pada pemilihan calon penerima beasiswa pemerintah ke luar negeri, dalam organisasi misi-misi kebudayaan serta pameran-pameran seni lukis. Selain itu, ia pernah menjadi anggota juri pada beberapa lomba.
Judul : "KEPASAR", dilukis tahun 1950
Judul : "MENGHADAPI HARI RAYA GALUNGAN DI BALI & PEMANDANGAN KAMPUNG DI BALI", dilukis tahun 1951
Judul : "MEMUNGUT CENGKEH", dilukis tahun 1979
Judul : "MENGHADAPI HARI RAYA GALUNGAN DI BALI & PEMANDANGAN KAMPUNG DI BALI", dilukis tahun 1951
Judul : "MEMUNGUT CENGKEH", dilukis tahun 1979
Profil Pelukis Barli Sasmitawinata
Barli Sasmitawinata (lahir di Bandoeng, 18 Maret 1921 – meninggal di Bandung, 8 Februari 2007 pada umur 85 tahun) adalah seorang pelukis realis asal Indonesia.
Ia mulai menekuni dunia seni lukis sekitar tahun 1930-an dan merupakan bagian dari "Kelompok Lima" yang juga beranggotakan Affandi, Hendra Gunawan, Sudarso, dan Wahdi. Awalnya ia menjadi pelukis atas permintaan kakak iparnya pada tahun 1935 agar ia memulai belajar melukis di studio milik Jos Pluimentz, pelukis asal Belgia yang tinggal di Bandung. Di sana ia banyak belajar melukis alam benda. Setelah berguru pada pelukis Italia Luigi Nobili (juga di Bandung), pada tahun 1950-an ia lalu melanjutkan pendidikan seni rupa di Eropa. Latar belakang pendidikan tingginya di Belanda dan Perancis (Académie de la Grande Chaumière, Paris, 1950 dan Rijksakademie van beeldende kunsten, Amsterdam, 1956) terwakili dalam karya-karyanya yang menunjukkan penguasaan teknik menggambar anatomi tubuh secara rinci.
Sasmitawinata dikenal sebagai orang menekankan pentingnya pendidikan seni rupa. Tahun 1948 ia mendirikan studio Jiwa Mukti bersama Karnedi dan Sartono. Setelah menyelesaikan pendidikan di luar negeri, ia mendirikan Sanggar Rangga Gempol di kawasan Dago, Bandung pada tahun 1958. Ia pernah mengajar seni lukis di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan adalah salah seorang perintis jurusan seni rupa di Institut Kejuruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung (kini bernama Universitas Pendidikan Indonesia) pada tahun 1961. Barli lalu kemudian lebih banyak mengajar murid secara informal di sanggar. Tahun 1992 ia mendirikan Museum Barli Bandung.
Antara murid-murid yang pernah dididiknya adalah Popo Iskandar, Srihadi Soedarsono, Yusuf Affendi, AD Pirous, Anton Huang, R Rudiyat Martadiraja, Chusin Setiadikara, Sam Bimbo, Rudi Pranajaya.
Karya-karyanya pernah dipamerkan baik di dalam maupun luar negeri. Koleksinya juga dipamerkan di Museum Barli Bandung. Pada tahun 2000, ia menerima penghargaan Satyalancana Kebudayaan dari presiden.
Karya karya Barli Sasmitawinata
JALAN TANAH MERAH
RUANG DUDUK